Text
The Laundry Show
Salah satu yang membuat gue ngga ngerasa cocok menjadi penulis buku komedi adalah senyum gue. Senyum gue sama sekali ngga indah. Tadinya gue pikir gara-gara ukuran gigi gue yang kelewat besar dan jaraknya renggang satu sama lain. Tapi ternyata bukan! Gue coba cari tahu apa yang salah sama muka gue. Kenapa kata "lucu" sama sekali ngga muncul di persepsi orang ketika pertama kali melihat gue? Gue coba ngilangin bagian-bagian muka gue di Photoshop, mulai dari mata, hidung sampe mulut. Ngga ada yang salah! Tuhan ciptain sempurna (Good job!!!). Waktu gue selesai dengan eksperimen Photosop gue, gue berkesimpulan kalau yang salah adalah ekspresi. Ekspresi wajah datar gue emang udah kebentuk sama pengalaman hidup yang sama sekali ngga lucu. Gue cuma bertemu saat-saat lucu di depan layar TV ketika menonton Adam Sandler, Bill Murray, atau Will Ferrell.
Sebenernya, gue ngga niat jadi penulis buku komedi apalagi yang sifatnya personal literature (diangkat dari cerita nyata), karena emang gue ngga merasa hidup gue lucu. Tapi nyatanya beberapa penerbit menawarkan kerjasama. Yang bikin gue heran semuanya penerbit ternama. Sayangnya, gue cuma boleh pilih satu :) . Awalnya, gue bingung, apa semua orang ngga punya selera humor sampe mau nerbitin cerita gue yang lebih mirip panggung horor. Mungkin buku gue emang cocok untuk anak SMA sekarang yang selera humornya aneh. Atau mungkin pasarnya orang-orang menengah bawah yang otaknya butuh dongkrak rangkap tiga untuk baca humor-humor yang smart. Sampai suatu saat, contoh naskah gue dibaca sama salah seorang temen yang lulus kedokteran dan niat ngelanjutin sekolah di Jerman. Beberapa hari kemudian SMS-nya muncul: "Gila dari bab pertama gue udah ngakak. Gue ngga percaya hal-hal sederhana itu bisa lucu". Oke, gue pikir, ternyata orang pinter dan kaya pun ngelihat cerita gue lucu. Gue mendadak pede.
Tidak tersedia versi lain